Tepat hari ini, Jumat, tiga tahun yang lalu..
Salam,
Tepat tiga tahun yang lalu, aku mulai mengubur semua dengan air mataku. Meleburkan semua perasaan yang tak mungkin lagi ku miliki. Memunguti jejakmu satu per satu di dalam relung jiwaku. Melepasmu pergi dengan rasa cinta yang masih terlalu besar namun ku coba untuk memupusnya. Membiarkanmu pergi. Pergi entah kemana. Tak terkecuali bila nanti kamu menemukan separuh hati lain selain hatiku. Aku merelakanmu. Mencoba merelakanmu. Bisa kamu bayangkan betapa sakitnya aku saat itu?
Tepat tiga tahun yang lalu, kamu mulai mengemas diri menjauhi tubuh ini. Tubuh yang masih tetap tegak berdiri menunggu separuh hatinya yang lain pulang. Entah kapan. Kamu membawa semua agar tak ada lagi yang tersisa untukku. Percuma. Karena semua yang terdalam sudah terukir abadi disini, di hati. Namun kamu tetap pada pendirianmu yang keras. Meninggalkanku dan tak mau lagi bicara padaku. Entah untuk apa. Atau mungkin kamu hanya takut jika aku diam-diam masuk ke dalam jiwamu lagi? Apa mungkin kamu sama tak berdayanya dengan aku? Tapi yang jelas, kini kamu telah pergi. Pergi untuk alasan yang sampai saat ini tidak aku ketahui. Hebat, sekarang kamu tidak hanya sekadar meninggalkanku dalam kesendirian, tetapi juga dalam kebingungan.
Sejak saat itu, rasanya aku ingin sekali berhenti. Berhenti mencintai
bayangmu yang selama ini memang tidak benar-benar ku miliki. Ingin
rasanya aku melarikan diri dari petualangan panjang yang tidak pernah ku
tahu dimana ujungnya. Mungkin karena sudah terlalu lelah. Atau mungkin
aku yang terlalu lemah? Menghitung satu-satu jejak kaki kecilku yang
terpatri diatas jalan. Membekas begitu dalam. Jalan yang amat panjang,
amat berliku. Ingin rasanya aku berbelok. Entah kemana. Yang penting
tidak lagi berjalan lurus menapaki kisah yang terlalu rumit untukku.
Tapi... mana mungkin aku bisa berbelok di saat kamu lah satu-satunya tempat yang ingin aku tuju? Namun kini aku seorang diri. Tidak ada orang lain dan tidak ada kamu. Aku berjalan
sendiri. Melangkah sepi, mengikuti kata hati tiap kali aku tersesat. Ya,
mungkin kini hanya hati satu-satunya yang bisa aku andalkan.
Jadi? Sudah selama ini kah aku menanti?
Sudah berapa jauh kamu melangkah pergi?
Apakah aku harus tetap tegak berdiri menanti sesuatu yang tidak pernah pasti?
No comments:
Post a Comment